Read more: Hanya Menampilkan Judul Postingan di Halaman Depan Blog | Mas Bugie [dot] com http://www.masbugie.com/2010/06/hanya-menampilkan-judul-postingan-di.html#ixzz1BoM1DR00

MAJID COLLECTION'S

kaMu cAri apAaa.. ajA di siNi, gaK muNngkin G daPet daH...

Pertolongan Allah Telah Dekat

Mayoritas umat Islam hari ini hidup di banyak negeri dan wilayah dalam tumpukan kebimbangan, kerusakan akhlak, kehancuran harga diri, kehilangan hak dan properti, kekacauan pikiran, kelemahan pro-duktifitas dan aktifitas, keadaan lepas kontrol yang semakin mening-kat, dan penyimpangan-penyimpangan yang begitu deras dalam aki-dah, manhaj, serta urusan kehidupan politik dan ekonomi. Pada saat yang sama, tersebar seruan-seruan nasionalisme, pemikiran-pemikir-an sekulerisme, gelombang atheisme, serta slogan-slogan sufisme dan penyembahan berhala. Kerusakan ini tumbuh membesar dalam umat Islam. Namun, mayoritas mereka malah sibuk dalam perkara-perkara madharat dan tidak bermanfaat. Mereka lalai terhadap tujuan pen-ciptaan dan misi mereka dalam kehidupan ini.

Penyimpangan-penyimpangan, sesembahan-sesembahan selain Allah, kotoran-kotoran jahiliyah
yang ada di setiap tempat, tradisi-tradisi yang menyelisihi syari'at, dan peraturan-peraturan yang me-nyimpang dari syari'at Allah ini harus dihancurkan. Oleh karena itu, kita harus kembali kepada Islam dengan konsepsi yang benar, yaitu berserah diri kepada Allah dengan tauhid 'mengesakan' dan tunduk kepada-Nya dengan menjalankan ketaatan, berlepas diri dari ke-syirikan dan pelakunya, menerapkan syari'at Allah di bumi-Nya, dan mengikhlaskan amal hanya kepada-Nya.
Inilah asas tauhid. Tanpa tauhid, kehidupan ini tidak ada artinya. Allah Ta'ala berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku." (QS Adz-Dzariyat [51] : 56)

Maksud menyembah-Ku adalah mentauhidkan-Ku.
Tauhid adalah pokok dien. Tauhid adalah kebenaran yang tidak pantas bagi pembelanya untuk memperlunak saluran dalam melaksa-nakan hak-haknya dan menghadapi masyarakat dengannya. Tauhid adalah aturan alam dan misi umat Islam kepada seluruh umat manu-sia. Allah Ta'ala berfirman :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
"Katakanlah, 'Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetap-an) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.' Jika mereka berpaling, maka katakanlah, 'Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS Ali Imran [3] : 64)

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ  وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ  وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan Tuhan kalian atas kalian, yaitu : janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, dan janganlah membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepada kalian dan kepada mereka. Dan janganlah mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian agar kalian memahami(nya). Dan janganlah mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih ber-manfaat hingga ia dewasa. Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang me-lainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila berkata, hendaklah kalian berlaku adil meskipun terhadap keluargamu. Dan penuhilah janji. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian ingat. Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia. Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.'" (QS Al-An'am [6] : 151-153)

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنْ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut'." (QS An-Nahl [16] : 36)

Hakikat peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa adalah menunggalkan-Nya dalam seluruh bentuk ibadah, me-mohon dengan sungguh-sungguh kepada-Nya, takut kepada-Nya, mencintai-Nya, berharap kepada-Nya, dan tunduk kepada-Nya. Maka, barang siapa yang mengaku beriman kepada Allah, men-tauhidkan-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, dan berharap kepada-Nya namun tidak mau patuh terhadap perintah Allah dan perintah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, berhukum kepada selain syari'at Allah, dan memberikan wala' 'loyalitas' kepada musuh-musuh Allah, Allah tidak membenarkan pengakuannya. Bahkan, ia adalah orang yang mengikuti setan dan mentaatinya. Allah Ta'ala berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ
"Katakanlah, 'Jika engkau mencintai Allah, maka ikutilah aku nis-caya Allah akan mencintaimu." (QS Ali Imran [3] : 31)

Firman Allah "Dan jauhilah thaghut" maksudnya adalah setan. Ini menurut Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu. Bukhari men-catatnya di dalam 'Shahih'nya (8/251) dengan shighah 'bentuk' jazm 'mati atau sukun' (maksudnya, dibaca berhenti atau waqaf, pent.), sedangkan Ibnu Jarir dan yang lain mewashalkan (membacanya terus tanpa berhenti, pent.). Ada yang mengatakan, maksudnya adalah berhala dan segala sesuatu yang disembah selain Allah. Dikatakan pula, maksudnya adalah selain itu.
Semua ini benar. Tidak ada kontradiksi di antara makna-makna tersebut. Masing-masing mereka menjelaskan makna umum dengan sebagian macamnya. Hal ini sering terjadi dalam perkataan salaf di mana mereka menafsirkan ayat dengan sebagian bentuk tunggalnya. Mereka tidak bermaksud membatasi.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan definisi thaghut secara komprehensif. Ia mengatakan, "Thaghut adalah segala sesuatu yang dilebih-lebihkan oleh seorang hamba hingga melewati batasnya; baik sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau ditaati. Maka, thaghut se-tiap kaum adalah mereka yang dimintai keputusan hukum selain Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alahi wa sallam, diibadahi selain Allah, diikuti bukan berdasarkan petunjuk Allah, atau ditaati dalam hal yang tidak mereka ketahui bahwa itu adalah bentuk ketaatan kepada Allah. Para thaghut alam ini apabila Anda memperhatikannya dan memperhatikan kondisi orang-orang yang bersamanya, maka Anda lihat mayoritas mereka menyimpang dari peribadatan kepada Allah menuju peribadatan kepada thaghut, dari berhukum kepada Allah dan kepada Rasul shallallahu 'alahi wa sallam menuju ber-hukum kepada thaghut, serta dari ketaatan kepada Allah dan meng-ikuti Rasul-Nya shallallahu 'alahi wa sallam menuju ketaatan kepada thaghut dan mengikutinya."

Allah memerintahkan untuk kufur kepada thaghut dan men-dahulukannya atas iman kepada Allah sebagaimana mendahulukan nafyu 'peniadaan' atas itsbat 'penetapan' dalam kalimat tauhid la ilaha illallah. Seseorang tidak menjadi beriman kepada Allah hingga ia kufur kepada thaghut dengan segala maknanya yang komprehensif. Allah Ta'ala berfirman :
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدْ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Maka, barang siapa kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah, sesungguhnya ia telah berpegang pada tali ikatan yang kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Baqarah [2] :256)

Dalam Shahih Muslim (23) dari jalan Marwan Al-Fazary dari Abu Malik dari bapaknya berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda, 'Barang siapa mengucapkan la ilaha illallah dan mengkufuri semua yang diibadahi selain Allah, maka darah dan hartanya terlindungi sedangkan perhitungannya di-serahkan kepada Allah.'"

Inilah penjelasan kalimat ikhlash —yaitu la ilaha illallah, pent.— Maksud kalimat ini bukan sekadar mengucapkan. Sebab, sekadar mengucapkan tidak akan melindungi darah dan harta; tidak pula me-nyelamatkan diri dari siksa neraka. Masalah sebenarnya adalah masa-lah pengamalan maksud kalimat ini, yaitu mentauhidkan Allah, me-murnikan peribadatan hanya kepada-Nya, dan berlepas diri dari sega-la sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau ditaati selain Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alahi wa sallam.

Allah menyebut dan memuji kekasih-Nya Ibrahim bahwa ia ber-lepas diri dari kaumnya dan segala yang mereka ibadahi selain Allah. Allah berfirman :

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَاؤا مِنْكُمْ وَمِمَّاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya ketika mereka berkata kepada kaum mereka, 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafir-an) kalian. Telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan ke-bencian buat selamanya sampai kalian beriman kepada Allah sema-ta.'" (QS Al-Mumtahanah [60] : 4)

وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلَّا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا  فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا
"'Dan aku akan menjauhkan diri dari kalian dan dari apa yang kalian seru selain Allah. Aku akan berdo'a kepada Tuhanku. Mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo'a kepada Tuhanku.' Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepada-nya Ishaq dan Ya'qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi." (QS Maryam [19] : 48-49)

Allah berfirman :
وَإِذْ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرفَقًا
"Dan apabila kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhan kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada kalian dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi kalian dalam urusan kalian." (QS Al-Kahfi [18] : 16)

Allah juga berfirman dalam ayat-ayat lain yang menunjukkan di-syari'atkannya menjauhi para pelaku kekufuran, kesesatan mereka, dan majelis-majelis mereka.
Prinsip agung ini telah ditinggalkan oleh mayoritas generasi umat Islam. Mereka cenderung kepada orang-orang yang menzhalimi diri sendiri, membuat kerusakan di muka bumi, meninggalkan syari'at Allah, dan justru menyeru untuk berhukum dengan undang-undang kufur, melindunginya dengan harta dan tenaga, serta menghancurkan orang-orang yang memberontak dan menolak berhukum dengannya.

Allah Ta'ala berfirman :
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ
"Mereka hendak berhukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengkufurinya." (QS An-Nisa' [4] : 60)

Yang dimaksud dengan thaghut dalam ayat ini adalah penguasa yang memerintah dengan selain syari'at Allah yang menjadikan diri-nya sebagai pembuat syari'at (aturan) bersama atau selain Allah. Allah menamainya musyrik dalam firman-Nya :

وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
"Dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menerapkan hukum." (QS Al-Kahfi [18] : 26)

وإن أطعتموهم إنكم لمشركون
"Dan jika menuruti mereka, niscaya kalian menjadi orang-orang musyrik." (QS Al-An'am [6] : 121)

Dan menamainya kafir dalam firman-Nya :
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْكَافِرُونَ
"Barang siapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS Al-Maidah [5] : 44)

Apabila disebutkan kata 'kufur' dan ditulis dalam bentuk ma'rifah dengan huruf alif dan lam, maka maksudnya adalah kufur akbar. Adapun yang dikatakan dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa ia mengatakan kufrun duna kufrin 'kekufuran yang tidak sampai mengeluarkan dari millah' adalah tidak pasti darinya. Al-Maruzy telah meriwayatkan dalam Ta'zhim Qadrish Shalah (2/521) dan Al-Hakim dalam Mustadraknya (2/313) dari jalan Hisyam bin Hujair dari Thawus dari Ibnu 'Abbas. Hisyam dianggap lemah oleh Imam Ahmad, Yahya bin Mu'in, Al-'Aqily , dan Al-Jama'ah.

'Ali Al-Madiny mengatakan, "Aku membacakan hadits di hadap-an Yahya bin Sa'id, 'Telah memberitahukan kepada kami Ibnu Juraij dari Hisyam bin Hujair.' Yahya bin Sa'id mengatakan, 'Pantas aku meninggalkan Hisyam bin Hujair.' Aku mengatakan, 'Apakah aku harus menghindari haditsnya?' Yahya bin Sa'id mengatakan, 'Ya!'"
Ibnu 'Uyainah mengatakan, "Kami tidak mengambil hadits dari Hisyam bin Hujair yang tidak didapatkan pada selainnya."

Demikianlah, Hisyam meriwayatkan perkataan Ibnu 'Abbas sen-dirian. Selain itu, terlebih ia menyelisihi perawi-perawi tsiqah 'ter-percaya' lainnya.
Abdullah bin Thawus menyebutkan dari bapaknya yang mengata-kan, "Ibnu 'Abbas ditanya mengenai firman Allah Ta'ala

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْكَافِرُونَ

Ibnu 'Abbas mengatakan, "Itu adalah kufur." Dalam riwayat lain di-sebutkan, "Perbuatan itu menyebabkan kufur." Disebutkan pula, "Cukuplah perbuatan itu menyebabkan kekufurannya." Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam tafsirnya (1/191), Ibnu Jarir (6/256), Waki' dalam Akhbarul Qudhah (1/4), dan lainnya dengan sanad shahih. Ini-lah yang pasti dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu. Ia menunjukkan keumuman lafazh tersebut dan tidak membatasinya.

Jalan Hisyam bin Hujair ini munkar dari dua sisi :
Pertama : Hisyam meriwayatkan sendirian.
Kedua : Hisyam menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya.
Perkataan Ibnu 'Abbas "Itu adalah kufur" dan dalam lafazh lain "Perbuatan itu menyebabkan kufur", maksudnya ayat tersebut me-nunjukkan keumumannya. Pada prinsipnya, kata kufur jika ditulis dalam bentuk ma'rifah dengan huruf lam maksudnya adalah kufur akbar sebagaimana dinyatakan oleh Syaikhul Islam rahimahullah dalam kitab Al-Iqtidha' (1/208) kecuali jika dikaitkan dengan qarinah 'korelasi' yang mengubah maknanya.

Perkataan isteri Tsabit bin Qais, "Akan tetapi, aku membenci ke-kufuran dalam Islam", yang diriwayatkan oleh Bukhary (5273) dari Ibnu 'Abbas tidak menyelisihi kaidah ini dan tidak membatalkan prinsip yang dinyatakan dalam bab ini. Ia mengatakan, "Dalam Islam." Ini adalah qarinah yang jelas yang menunjukkan bahwa maksud kufur di sini adalah selain kufur akbar.

Tidak sah dikatakan ada kufur akbar dalam Islam meskipun kata kufur disebutkan secara ma'rifah dengan huruf lam tanpa mengkait-kannya. Subtansi dan esensi perkataan tersebut segera terdengar oleh telinga sehingga keragu-raguan ini akan lenyap dengan mengkaitkan-nya. Perkara ini demikian jelas bagi orang yang memperhatikan.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam Al-Bidayah wan Nihayah (13/119), "Barang siapa meninggalkan syari'at yang telah jelas yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdillah penutup para nabi dan berhukum kepada syari'at-syari'at lainnya yang telah dihapus, maka ia kafir. Lalu, bagaimana dengan orang yang ber-hukum kepada Ilyasiq dan mendahulukannya atas syari'at Muham-mad? Siapa yang melakukan ini, ia kafir berdasarkan ijma' kaum Muslimin."

Perkara ini benar dan tidak diperselisihkan. Perkara yang lebih besar darinya dan lebih pantas untuk dijadikan ijma' atas kekufuran-nya adalah orang yang menghalang-halangi dari syari'at Allah, meng-ganti hukum-hukum dien, dan mewajibkan atas kaumnya aturan-atur-an yang kepadanya mereka berhukum dalam harta, darah, dan kehor-matan mereka. Ditambah lagi, ia melindungi aturan-aturan ini serta mencurahkan tenaga dan kekuatan untuk membelanya.

Adapun perkataan sebagian orang pada hari ini mengenai ijma' yang diriwayatkan dari Ibnu Katsir rahimahullah tersebut bahwa "perkara ini khusus untuk raja-raja Tartar dan orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang membatalkan Islam yang di antaranya ada-lah juhud 'pengingkaran' (terhadap syari'at Islam, pent.) dan istihlal 'penghalalan' hukum dengan selain syari'at yang diturunkan Allah" adalah sekadar sangkaan belaka yang tidak bersandar pada ke-benaran ilmiah dan argumen-argumen yang lurus.

Ketika sedang membaca, saya memperhatikan perkataan seorang penulis yang menyerang para pembela tauhid dan penyeru perbaikan dan bertindak bodoh terhadap mereka. Ia membabi buta dalam meng-ungkapkan kata-katanya, salah dalam memahami perkataan para imam, dan memuat perkataan yang tidak berisi. Contoh yang paling dekat adalah perkataan Al-Hafizh Ibnu Katsir. Penulis tersebut me-ngatakan bahwa Al-Hafizh bukan satu-satunya orang yang me-ngatakannya dan tidak meriwayatkannya dengan maksud untuk ijma'. Banyak orang, baik yang terdahulu maupun belakangan, menyebut-kan seperti ini.

Bagaimana mungkin Ibnu Katsir tidak menghukumi kafir orang yang meninggalkan syari'at, mengangkat dirinya sebagai pihak peng-halal, pengharam, dan penentu kebaikan maupun keburukan, serta menjadikan pengadilan-pengadilan yang memberlakukan aturan se-lain syari'at Allah sebagai sumber pengambilan hukum dan tidak boleh mempermasalahkan, mengkomentari, dan menyanggah hukum-hukumnya.
Yang mendorong penulis untuk menyatakan bahwa kekufuran Tartar adalah karena juhud 'pengingkaran' dan istihlal 'penghalalan' tidak lain adalah karena terpengaruh sekte Murji'ah. Sekte ini men-jadikan istihlal atau juhud sebagai penyebab kekufuran. Pendapat ini bathil berdasarkan syari'at dan akal. Istihlal adalah kekufuran meski-pun tidak disertai dengan berhukum dengan selain syari'at Allah. Adapun ayat –yaitu ayat 44 dari surat Al-Maidah, pent.— sangat jelas bahwa penyebab kekufuran adalah menolak berhukum dengan syari'at Allah.

Banyak dari kalangan muta-akhirin 'orang-orang belakangan' ter-pengaruh sekte Murji'ah yang berpendapat bahwa setiap orang yang mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan kufur adalah kafir. Menurut sekte ini, kekufurannya bukan karena perbuatan itu sendiri. Akan tetapi, kekufurannya adalah karena perbuatan itu me-ngandung kekufuran, mengindikasikan lenyapnya tashdiq 'pembenar-an' dengan hati, dan menandakan takdzib 'pendustaan'.

Sekte Murji'ah ortodoks lainnya menolak untuk mengkafirkan se-seorang karena perbuatan secara mutlak selama belum pasti ia mengingkari atau menghalalkan. Paham ini menyelisihi Kitabullah, sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ijma' kaum Muslimin.

Ahlul 'ilmi sepakat bahwa menghina Allah dan menghina Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam adalah kufur. Tidak seorang pun dari mereka mensyaratkan istihlal 'penghalalan' atau i'tiqad 'keyakinan'. Namun, cukuplah kekafirannya hanya karena penghinaan yang jelas. Mereka sepakat atas kekufuran orang yang menghina dien tanpa syarat i'tiqad atau istihlal. Orang seperti ini dikafirkan meskipun ia hanya bermain-main atau tidak serius. Mereka sepakat bahwa taqar-rub kepada orang-orang mati dengan bersujud kepada mereka atau thawaf terhadap kuburan mereka adalah kufur. Mereka sepakat bah-wa melempar mushhaf ke dalam sampah adalah kufur.

Inilah pendapat setiap orang yang mengatakan bahwa iman ada-lah perkataan dan perbuatan; perkataan hati dan lisan serta perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Ahlus sunnah sepakat bahwa kekufuran bisa terjadi karena per-kataan, seperti penghinaan yang jelas terhadap dien, dan bisa pula ter-jadi karena perbuatan, seperti sujud kepada berhala, matahari, dan bulan serta menyembelih untuk selain Allah.

Dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah sangat jelas tentang ke-kufuran orang yang melakukan perbuatan atau mengucapkan perkata-an kufur. Hal itu cukup hanya dengan melakukan perbuatan atau mengucapkan perkataan tanpa mengikatnya dengan juhud atau istih-lal. Sesungguhnya pendapat ini adalah rusak; tidak seorang pun dari kalangan sahabat, tabi'in, dan para imam yang dikenal sebagai pem-bela sunnah mengucapkannya.
Allah Ta'ala berfirman :

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ  لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
"Dan apabila kalian menanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, 'Sesungguh-nya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main.' Katakanlah, 'Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu mencela? Tidak usah meminta maaf karena kalian kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kalian (lantaran mereka bertaubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa." (QS At-Taubah [9] : 65-66)

Sebab kekufuran hanya berdasarkan pada perkataan yang mereka ucapkan.
Allah berfirman :

يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
"Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Se-sungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kufur dan telah menjadi kafir sesudah Islam. Mereka menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya. Mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya) melainkan karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jka mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka. Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka dengan adzab yang pedih di dunia dan akhirat. Mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi." (QS At-Taubah [9] : 74)

Pada umumnya, setiap orang yang mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan kufur sharih adalah kafir selama tidak ada penghalang, yaitu karena dipaksa, takwil, atau salah, seperti salah bicara atau kejahilan yang bisa diperhitungkan.

Di antara kekufuran yang sangat jelas adalah meninggalkan jinsul 'amal "jenis amalan" secara mutlak tanpa harus mengkaitkannya dengan amalan hati. Sekadar meninggalkan jenis amalan secara mutlak adalah kufur akbar. Hal ini menunjukkan tidak adanya ke-imanan di dalam hati secara pasti tanpa menjadikannya sebagai syarat untuk menghukumi. Perkara ini demikian jelas ditunjukkan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah. Hukum diterapkan berdasarkan amalan ang-gota badan; bukan berdasarkan apa yang terdapat di dalam hati. Hati tidak ada yang mengetahui kecuali Allah Yang Maha Mengetahui yang ghaib.

Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan di dalam Fat-hul Bary (1/23) dari Sufyan bin 'Uyainah bahwa ia mengatakan, "Murji'ah menganggap bahwa meninggalkan kewajiban adalah dosa. Hal ini sama dengan melakukan perbuatan haram. Padahal, kedua hal ini tidaklah sama. Sebab, melakukan perbuatan haram secara sengaja tanpa menganggapnya boleh adalah kemaksiatan, sedangkan me-ninggalkan kewajiban bukan karena bodoh atau udzur adalah kufur." Penjelasan hal itu adalah dalam kasus Iblis yang menolak bersujud kepada Adam dan kasus ulama Yahudi yang mengakui pengutusan Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dengan lisan mereka, namun tidak mau melaksanakan syari'atnya.

Harb meriwayatkan dari Ishaq berkata, "Murji'ah telah me-lampaui batas hingga suatu kaum mengatakan, 'Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat wajib lima waktu, shaum Ramadhan, zakat, haji, dan kewajiban-kewajiban pada umumnya tanpa meng-ingkarinya tidak kami kafirkan. Perkaranya ditangguhkan (irja') kepada Allah setelah ia mengakui kewajiban tersebut.' Tidak diragu-kan, mereka ini adalah Murji'ah."

Al-Khilal meriwayatkan dalam As-Sunnah (3/586) dari 'Ubaidillah bin Hanbal mengatakan, "Abu Hanbal bin Ishaq bin Hanbal bercerita kepadaku. Ia mengatakan, 'Aku diberitahu bahwa suatu kaum mengatakan, 'Sesungguhnya orang yang mengakui ke-wajiban shalat, zakat, shaum, dan haji, namun sedikit pun ia tidak melaksanakannya hingga mati atau ia shalat dengan bersandar pada punggungnya dan membelakangi kiblat hingga mati, maka tetap mukmin selama tidak mengingkari, mengetahui bahwa ia meninggal-kan kewajiban tersebut namun masih mengimaninya, serta mengakui status kewajiban tersebut dan kewajiban menghadap kiblat.' Saya katakan, 'Ini kekufuran yang sangat jelas kepada Allah serta me-nyelisihi Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya shallalahu 'alaihi wa sallam, dan praktek kaum Muslimin. Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan agar mereka mendirikan shalat dan me-nunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus." (QS Al-Bayyinah [98] : 5)

Hanbal mengatakan, 'Berkata Abu Abdillah atau aku men-dengarnya mengatakan, 'Siapa yang berkata seperti ini, sungguh ia telah kafir kepada Allah. Urusannya dikembalikan kepada Allah dan kepada Rasul shallalahu 'alaihi wa sallam berdasarkan risalah yang dibawanya.'"

Imam Ibnu Baththah rahimahullah mengatakan, "Setiap orang yang meninggalkan sedikit pun kewajiban yang diwajibkan oleh Allah 'Azza wa Jalla dalam Kitab-Nya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya shallalahu 'alaihi wa sallam dalam sunnahnya karena meng-ingkari atau mendustakannya, maka ia kafir dengan kekafiran yang jelas yang tidak diragukan oleh orang berakal yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Siapa saja yang mengakui kewajiban tersebut atau mengucapkannya dengan lisannya kemudian meninggalkannya karena bercanda dan meremehkan atau meyakini pendapat Murji'ah dan mengikuti madzhab mereka, maka ia meninggalkan iman. Tidak ada keimanan di dalam hatinya sedikit atau banyak. Ia termasuk golongan orang-orang munafik yang bermuka dua di hadapan Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam. Maka, turunlah Al-Qur'an menyebutkan sifat-sifat mereka, ancaman yang dijanjikan kepada mereka, dan bahwa mereka berada di dalam neraka paling bawah. Kita berlindung kepada Allah dari madzhab Murji'ah yang sesat."

Para imam salaf telah mengingatkan tentang mereka dan menjelaskan kerusakan pendapat mereka serta bahaya bid'ah mereka. Imam Az-Zuhry rahimahullah mengatakan, "Tidak ada bid'ah yang dilakukan di dalam Islam yang lebih berbahaya terhadap pelakunya melainkan ini; yaitu bid'ah irja'."

Al-Auza'i mengatkan, "Yahya dan Qatadah mengatakan, 'Tidak ada sedikit pun hawa nafsu yang ditakutkan oleh salaf menimpa umat daripada irja'."
Syuraik mengatakan, "Mereka adalah sejahat-jahat kaum. Cukuplah bagimu kejahatan Rafidhah. Akan tetapi, Murji'ah berdusta atas nama Allah 'Azza wa Jalla."
Perkatan para salaf dalam hal seperti ini banyak. Mereka mem-berikan nasehat untuk Allah, Rasul-Nya, para imam kaum Muslimin, dan kalangan umum mereka. Mereka menjelaskan bahaya bid'ah ini terhadap individu dan masyarakat. Bid'ah ini adalah pangkal setiap bencana dan penyimpangan dalam umat. Tunggangan kebanyakan pemikiran rusak dan paham-paham sesat adalah bid'ah irja' ini yang berpendapat bahwa iman adalah perkataan dan keyakinan atau hanya pembenaran dan pengetahuan; seseorang tidak bisa dikafirkan kecuali karena istihlal 'penghalalan' dan takdzib 'pendustaan'. Allah berfirman :

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
"Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka. Allah tidak menginginkan selain me-nyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir tidak me-nyukai." (QS At-Taubah [9] : 32)

Musuh-musuh tauhid dan para penyeru liberalisasi terhadap ke-benaran, akhlak, perintah, dan larangan semakin bertambah pada zaman ini dan tidak berkurang. Mereka meneriakkan bahwa siapa saja yang mengatakan la ilaha illallah adalah mukmin meskipun tidak pernah melaksanakan syari'at Allah. Menurut pendapat dan ke-yakinan mereka, hukum-hukum tergantung pada hati; bukan pada amalan. Orang yang "sok pintar" di antara mereka mengatakan bahwa la ilaha illallah tidak mencakup semua segi kehidupan. Maka, di antara kedustaan pemikiran ini adalah tersebarnya kerusakan di atas permukaan bumi, penghapusan jihad fi sabilillah, serta munculnya berbagai kesyirikan, bid'ah, dan penyimpangan politik, ekonomi, pemikiran, dan sosial di tengah-tengah kaum Muslimin. Karena itu semua, hilanglah pemahaman-pemahaman yang sesuai dengan syari'at. Madzhab irja'i ini bercampur baur dengan sekulerisme yang berdiri di atas pemisahan dien dari kehidupan dan kehidupan dari dien sehingga terbayang pada benak kebanyakan orang bahwa ibadah hanya terbatas pada syi'ar-syi'ar ta'abbudiyah di rumah dan masjid. Tidak ada hubungan antara agama dengan kekuasaan dan politik. Mereka mengucapkan kalimat kufur, "Biarlah urusan Allah menjadi urusan Allah dan biarlah urusan raja menjadi urusan raja." Pe-nyimpangan-penyiampangan jahiliyyah ini tidak berhenti pada satu sisi saja, namun berpindah dari sisi yang jelek menuju ke sisi yang lebih jelek.

Sungguh…, kesesatan dan pemberontakan terhadap agama Allah sedang mengepung individu dan masyarakat demikian hebatnya hingga menjadikan mereka budak hawa nafsu, budak thaghut, budak harta, budak tanah air, dan budak ras. Mereka menjadi korban syahwat tanpa mereka sadari.

Karena meninggalkan syari'at Allah dan jalan-Nya yang lurus, kehinaan yang berasal dari penyembahan thaghut dan hukum manusia pun menimpa mereka. Karena tunduk terhadap syari'at, menjadikannya sebagai hukum bagi individu dan masyarakat, baik yang kuat maupun yang lemah, dan menjauhi kesyirikan, bid'ah, piagam dan aturan PBB, Allah pun akan menjadikan mereka ber-kuasa di bumi. Allah teguhkan bagi mereka agama yang telah di-ridhai-Nya untuk mereka. Allah Ta'ala berfirman :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمْ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْفَاسِقُونَ
"Allah berjanji kepada orang-orang mukmin di antara kalian dan yang mengerjakan amal shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah men-jadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka. Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan-Ku. Barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS An-Nur [22] : 55)

وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمْ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ  الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمْ اللَّهُ وَأُوْلَئِكَ هُمْ أُوْلُوا الْأَلْبَاب
"Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah-nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira. Oleh karena itu, sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku. (Yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mem-punyai akal." (QS Az-Zumar [39} : 17-18)

Ketika para sahabat radhiyallahu 'anhum menolong dien, me-ninggikan kalimat tauhid, melaksanakan hak-haknya, dan bersegera mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintah kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, berjihad di jalan Allah, me-nerapkan syari'at Allah di bumi-Nya, dan menghukumi dengan adil di antara manusia …, Allah pun mengokohkan mereka di bumi, men-jadikan mereka berkuasa, dan menolong mereka terhadap musuh-Nya dan musuh mereka.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman! Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan keduduk-an kalian." (QS Muhammad [47] : 7)

Untuk memantapkan pertolongan ini, Allah Ta'ala berfirman :
وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Per-kasa." (QS Al-Hajj [22] : 40)

وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (QS Ar-Rum [30] : 47)

Pertolongan ini tidak akan datang kepada orang-orang mukmin hanya dengan angan-angan. Akan tetapi, pertolongan ini akan ter-wujud dengan menolong dien. Allah 'Azza wa Jalla menolong hamba Nya yang menolong dien-Nya. Siapa saja yang ditolong Allah, tidak seorang pun mampu mengalahkannya. Allah Ta'ala berfirman :

إِنْ يَنْصُرْكُمْ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلْ الْمُؤْمِنُونَ
"Jika Allah menolong kalian, maka tidak ada orang yang dapat me-ngalahkan kalian. Dan jika Allah membiarkan kalian (tidak mem-beri pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu. Oleh karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal." (QS Ali Imran [3] : 160)

Persiapan dan bekal terbesar bagi orang-orang mukmin untuk me-lawan orang-orang kafir dan para penjahat adalah bertakwa kepada Allah dan memperbaiki diri, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Hal ini tidak berarti meninggalkan sarana-sarana pertolong-an. Allah Ta'ala berfirman :

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمْ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak me-ngetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kalian infakkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepada kalian dan kalian tidak akan dianiaya." (QS Al-Anfal [8] :60)

Akan tetapi, faktor dan elemen pertolongan terbesar adalah ada-nya orang-orang mukmin yang benar. Allah berfirman :

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
"Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunai-kan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang." (QS An-Nur [24] : 37)

Allah menolong Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam saat di gua Hira' tanpa pasukan dan senjata. Allah menolong Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya pada perang Badar dengan bantuan malaikat. Allah menolong Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang mukmin pada perang Ahzab dengan angin dan pasukan. Demikianlah, Allah menolong tentara dan pasukan-Nya dengan banyak faktor pertolongan.

Yang menjadi perkara pokok adalah terwujudnya sekelompok kecil orang-orang mukmin yang memahami Islam secara benar. Mereka hidup bersama Islam dalam segala bidang kehidupan. Di bawah naungannya, tumbuhlah bangsa yang jujur dan benar. Bangsa yang mengenal kebenaran dari kebatilan dan keislaman dari kekufur-an. Bangsa ini tidak melepaskan aqidah dan tujuannya. Bangsa ini tidak menerima bargaining dan bujukan agar melepaskan aqidah dan tujuan tersebut meskipun mereka disakiti, disiksa, dan dipenjara.

Bukanlah suatu musibah dan kerugian apabila seseorang disakiti atau dibunuh dalam rangka membela agama dan aqidahnya serta tetap tegar di atas seruan, pemikiran, dan pendapatnya. Fir'aun pun mengancam hendak membunuh para penyihir ketika mereka beriman kepada Rabbnya. Mereka tidak menyerah kepada Fir'aun, tidak men-jadi lemah, dan tidak lesu. Akan tetapi, mereka mengatakan,

قَالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا مِنْ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا  إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا خَطَايَانَا وَمَا أَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنْ السِّحْرِ وَاللَّهُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Mereka mengatakan, 'Kami sekali-kali tidak akan mengutamakanmu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat) yang telah datang kepada Kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami. Maka, putuskanlah apa yang ingin kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini. Sesungguh-nya kami telah beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami untuk melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (adzab-Nya)." (QS Thaha [20] : 72-73)

Tatkala iman telah tercampur dengan keceriaan hati, ia tidak akan berbelok kepada kebatilan dan tidak berpaling dari kebenaran meski diuji dengan siksaan, penjara, dan dibunuh atau diuji dengan ke-senangan; baik berupa godaan harta, pangkat, maupun jabatan.

Dalam Shahih Bukhary (3612) dari jalan Isma'il dari Qais dan Khabbab bin Al-Art berkata, "Kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sedang memakai bantal dengan selendangnya di bawah Ka'bah. Kami berkata, 'Tidakkah Anda me-mintakan pertolongan untuk kami atau mendo'akan kami?' Beliau menjawab, 'Sebelum kalian dahulu ada orang yang disiksa dengan digalikan tanah lalu ia ditanam di situ. Kemudian, dibawakan gergaji lalu diletakkan di atas kepalanya. Maka, ia dibelah menjadi dua dan disisir besi hingga tinggal kulit dan tulangnya. Akan tetapi, hal yang demikian itu tidak menyebabkan ia harus meninggalkan agamanya. Demi Allah, sungguh Allah akan melanjutkan urusan ini hingga se-orang penunggang kuda akan berjalan dari Shan'a ke Hadramaut di mana ia tidak takut kecuali kepada Allah dan tidak takut serigala akan memakan kambingnya. Tetapi sekarang kalian tampaknya ingin tergesa-gesa."

Ujian dan musibah tidak akan menambah bagi orang-orang mukmin, terlebih para ulama, melainkan keimanan dan penyerahan diri kepada Allah. Allah Ta'ala berfirman :

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, 'Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali ke-imanan dan ketundukan." (QS Al-Ahzab [33] : 22)

Orang-orang terdahulu mengatakan, "Berapa banyak musibah berubah menjadi anugerah."
Pernyataan ini benar. Berapa banyak orang 'alim dibunuh dengan niat jahat dan tujuan politik, namun pemikiran-pemikiran dan ide-ide-nya malah hidup di tengah-tengah manusia dan menjadi penggerak di kalangan generasi Islam setelah kematiannya. Contoh dan bukti itu semua banyak.

Yang penting, kita katakan kebenaran dan tidak kita campur-aduk dengan kebatilan. Kita jelaskan dien, syari'ah, aqidah, dan manhaj yang kita ketahui. Allah Ta'ala berfirman :

﴿وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمْ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾
"Janganlah kalian merasa lemah dan bersedih! Padahal, kalian orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kalian beriman." (QS Ali Imran [3] : 139)

Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya (3005) dari jalan Hamad bin Salamah : Telah memberitahu kami Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam me-ngenai cerita raja, penyihir, rahib, dan anak muda. Hadits tersebut sebagai berikut : Kemudian dipanggillah si anak muda itu menghadap raja. Dikatakan kepadanya, "Kembalilah dari agamamu!" Anak muda itu enggan. Maka sang raja memerintahkan hulubalangnya, "Bawalah anak muda ini ke sebuah bukit! Jika kalian telah sampai ke puncak-nya, tawarkan untuk kembali dari agamanya. Jika tetap tidak mau, lemparkan ia!" Maka mereka membawa anak muda itu ke sebuah bukit. Mereka mendakinya. Anak muda itu berdo'a, "Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau ke-hendaki!" Maka bukit itu berguncang dan mereka pun berjatuhan. Lalu anak muda itu berjalan menuju kerajaan. Raja bertanya, "Apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?" Anak muda itu menjawab, "Allah menyelamatkanku dari mereka." Maka sang raja memerintahkan kepada hulubalang yang lain, "Bawalah ia ke tengah lautan. Tawarkan kepadanya untuk kembali dari agamanya. Jika tetap menolak, tenggelamkan ia!" Mereka berangkat membawa anak muda itu. Anak muda itu berdo'a, "Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki!" Kapal mereka pun pecah sehingga mereka semua tenggelam. Anak muda itu kembali ke hadapan sang raja. Raja bertanya kepadanya, "Apa yang telah dilaku-kan oleh orang-orang yang membawamu?" "Allah menyelamatkanku dari mereka", jawab anak muda. Lalu ia berkata lagi, "Sungguh, kamu tidak akan dapat membunuhku kecuali jika kamu mau melaku-kan apa yang aku perintahkan." Sang raja bertanya, "Apa itu?" Anak muda itu menjawab, "Kumpulkan semua orang di suatu tanah lapang! Saliblah aku pada sebatang pohon, lalu ambillah sebilah anak panah dari kantongku! Letakkan anak panah itu di tengah-tengah busur, lalu ucapkan, 'Dengan nama Allah, Rabb anak muda ini', kemudian panahlah aku! Jika kamu lakukan itu, kamu akan dapat membunuh-ku."

Maka sang raja mengumpulkan semua orang di suatu tanah lapang. Ia salib anak muda tersebut pada sebatang pohon, lalu ia ambil sebilah anak panah dari kantongnya. Ia letakkan pada tengah-tengah busur, kemudian ia berkata, "Dengan nama Allah, Rabb anak muda ini." Ia pun memanahnya. Anak panah itu tepat mengenai pelipis anak muda itu. Ia meletakkan tangannya pada pelipisnya, tempat bersarangnya anak panah itu, lalu ia meninggal. Orang-orang yang hadir di situ serentak berkata, "Kami beriman kepada Rabb si anak muda … Kami beriman kepada Rabb si anak muda … Kami beriman kepada Rabb si anak muda." Raja datang dan seseorang ber-bisik kepadanya, "Lihatlah apa yang paduka khawatirkan! Demi Allah, kini benar-benar terjadi. Orang-orang telah beriman semua-nya." Maka sang raja memerintahkan untuk menggali parit di se-keliling tanah lapang itu. Parit pun digali dan api dinyalakan. Raja berkata, "Siapa saja yang tidak mau kembali dari agamanya, lempar-kan ke dalamnya!" Atau dikatakan kepada mereka, "Terjunlah ke dalamnya!" Maka, mereka semua melakukannya, hingga ada seorang wanita yang bersama anaknya dihinggapi keraguan untuk memasuki-nya. Anaknya berkata, "Wahai ibu, bersabarlah! Sesungguhnya ibu berada di atas kebenaran."

Sungguh, merupakan perkara besar jika seorang pemuda atau sekelompok orang mengorbankan dirinya karena alasan yang masuk akal dan tujuan yang diinginkan. Maka, selamatnya kebenaran lebih didahulukan daripada selamatnya jasad. Para pembela kebenaran me-ninggal jasad mereka, namun ide dan pemikiran mereka tetap hidup.

Telah dibicarakan tentang anak muda dan pengorbanannya agar umat manusia masuk Islam dan beriman kepada Allah. Maka, ter-wujudlah tujuan yang diinginkan oleh anak muda tersebut, yaitu ter-sampaikannya iman dan tauhid ke dalam hati. Kaumnya pun beriman dan mentauhidkan Rabb mereka. Padahal, sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata; tidak mengenal Islam dan dien yang haq. Mereka menyembah materi dan kehidupan. Mereka tunduk kepada manusia dalam peribadatan dan ketaatan. Mereka dikuasai oleh aturan dan undang-undang raja.

Meskipun hal itu tidak berlangsung lama, namun rasa tanggung jawab anak muda tersebut dan penghargaannya terhadap tauhid mampu mengalahkan semuanya. Ia pun mengumumkan kalimatul haq di tengah-tengah realitas yang ada dan mempersembahkan darah-nya demi kemaslahatan manusia dan untuk menghancurkan pe-nyembahan berhala. Tatkala itu, hati-hati telah bebas dari pe-nyembahan kepada agama raja dan pangkuan kehidupan duniawi. Hati-hati itu pun bersuara dengan ruh 'semangat' yang tinggi, jiwa yang tenang, dan hati yang mantap, "Kami beriman kepada Rabb si anak muda … Kami beriman kepada Rabb si anak muda … Kami beriman kepada Rabb si anak muda." Hati-hati itu tidak mau tunduk terhadap siksaan orang-orang lalim dan para penjahat.
Orang-orang yang kalah jiwa dan pikirannya, melemahkan semangat, serta meninggalkan jihad, pengorbanan, dan konfrontasi dengan pemikiran-pemikiran dan ideologi-ideologi jahiliyyah dan aturan-aturan kufur; mereka tidak mendapatkan motivasi iman ini. Mereka mencampur-adukkan antara bersabar terhadap kesewenang-wenangan penguasa dengan sikap tegar di atas keimanan dan dalam menghadapi pemerintahan jahiliyyah dan ketetapan-ketetapan politik yang membahayakan rakyat. Para imam yang ikhlas dan para da'i pemberi nasihat di semua kurun Islam senantiasa membedakan dua perkara ini. Mereka menghadapi hawa nafsu dan penyimpangan pemikiran, politik, ekonomi, aqidah, dan sebagainya dengan tekad yang ikhlas dan keberanian penuh ketakwaan. Mereka menahan derita yang ditimpakan kepada para penyuruh kema'rufan dan pen-cegah kemungkaran seperti mereka. Inilah peran dan misi ulama. Allah Ta'ala berfirman :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kalian sekelompok orang yang me-nyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang berumntung." (QS Ali Imran [3] : 104)

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمْ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمْ الْفَاسِقُونَ
"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, me-nyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, dan ber-iman kepada Allah. Seandainya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik." (QS Ali Imran [3] : 110)

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ سَيَرْحَمُهُمْ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, sebagain mereka men-jadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerja-kan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mentaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS At-Taubah [9] : 71)

Di antara wasiat Luqmanul Hakim kepada anaknya adalah :
يَابُنَيَّ أَقِمْ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنْ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
"Hai anakku! Dirikanlah shalat, suruhlah (manusia) mengerjakan yang ma'ruf, cegahlah (mereka) dari yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)

Dalam Shahih Muslim (49) dari jalan Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab berkata, "Orang yang pertama kali memulai khutbah 'ied sebelum shalat adalah Marwan. Maka, berdirilah sese-orang di hadapannya. Ia berkata, 'Shalat dilakukan sebelum khutbah.' Marwan berkata, 'Kebiasaan itu sudah ditinggalkan.' Maka, berkata-lah Abu Sa'id, 'Perkara ini sudah ditentukan. Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaklah mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah dengan lisannya. Jika tidak mampu, hendaklah dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman.'"

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tidaklah seorang nabi yang diutus Allah kepada suatu umat sebelumku melainkan ia memiliki para pengikut dari umatnya dan para sahabat yang mengambil sunnah nya dan mengikuti perintahnya. Kemudian, datanglah setelah mereka para pengganti yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan apa yang tidak mereka perintahkan. Siapa yang me-merangi orang-orang itu dengan tangannya, ia mukmin. Siapa yang memerangi dengan lisannya, ia mukmin. Siapa yang memerangi dengan hatinya, ia mukmin. Dan tidak ada keimanan di belakang itu meskipun hanya sebesar biji sawi.'" HR Muslim dalam Shahihnya (50) dari jalan Abdurrahman bin Al-Musawwir dari Abu Rafi' dari Ibnu Mas'ud.

Ad-Darimy meriwayatkan di dalam Sunannya (545) dengan sanad shahih dari jalan Al-Auza'i : Abu Katsir memberitahuku : Bapakku memberitahuku, ia berkata : Aku mendatangi Abu Dzar yang sedang duduk di jumrah wustha. Orang-orang berkumpul di se-kelilingnya meminta fatwa kepadanya. Maka, datanglah seseorang berhenti di hadapannya. Kemudian, orang itu berkata, "Bukankah Anda dilarang memberikan fatwa?" Abu Dzar mengangkat kepala-nya, lalu berkata, "Apakah engkau mengawasiku? Seandainya engkau letakkan pedang tajam di sini –ia menunjuk pada tengguknya— kemudian aku mengira dapat menyampaikan kalimat yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum engkau memperkenankanku, pasti akan aku sampaikan." Bukhary mencatat dalam Shahihnya dengan shighah jazm.
Sejarah para ulama dan sikap para imam Islam dalam hal seperti ini banyak. Tidak seorang pun dari mereka merasa keberatan dalam beramar ma'ruf nahi munkar, memberikan fatwa terhadap perkara yang mereka ketahui sebagai kebenaran, menyampaikan suara Islam ke dunia mereka, dan berbicara tentang Islam, hakikat, unsur-unsur, dan karakteristiknya. Mereka tidaklah bersembunyi di rumah-rumah mereka; menunggu izin politik untuk mengatakan kalimatul haq dan mengingkari pelaku kebatilan.

Adapun sekarang, banyak ahlul 'ilmi menjadi pegawai pe-merintahan. Ketamakan telah membisukan lisan mereka sehingga mereka tidak mampu untuk menegakkan janji yang mereka ambil di dalam Al-Kitab. Mereka tidak bisa membersihkan kebatilan dan menghentikan kerusakan. Oleh karena itu, mayoritas imam salaf me-nyeru kepada pekerjaan dagang yang bebas tanpa terikat dengan pekerjaan pemerintahan. Mereka tidak menyukai pemberian dan hadiah dari penguasa. Mereka tidak mau menerimanya sehingga tidak terdorong untuk menjilat, bermuka dua, dan mentaati penguasa dalam tujuan dan keinginannya.

Saya sangat menghormati seorang 'alim yang menahan nafsunya sehingga tidak menjadikannya hina dengan sering mendatangi istana para penguasa dan tidak butuh terhadap apa yang ada di tangan mereka. Ia menjadikan ilmu sebagai pelayan untuk agama; bukan untuk politik. Ia memberikan fatwa untuk kelangsungan agama; bukan untuk kelangsungan perut.

Budak-budak dunia dan syahwat mengingkari pembicaraan ini dan melawan pemikiran ini . Mereka hidup dalam kegelapan padang tih dan kehinaan. Mereka lari dari hakikat realitas. Yang lebih aneh lagi adalah mereka menyingkirkan pemikiran ini atas nama agama dan ilmu pengetahuan atau kemajuan dan peradaban baru. Tidak mungkin terjadi hubungan ilmu pengetahuan dan agama dengan kebengkokan dan kekeliruan ini. Kebenaran tampak jelas, sedangkan kebatilan tergagap-gagap.

Peradaban baru dan kemajuan didirikan di atas landasan syari'at Islam dan pembersihan masyarakat dari kezhaliman, permusuhan, dan memakan harta manusia dengan batil. Meskipun di sana ada konsepsi lain tentang peradaban baru dan kemajuan yang tumbuh dari tradisi, budaya, kesombongan jahiliyyah, dan jahil terhadap hakikat dien ini, maka konsepsi itu tidak ada hubungannya sedikit pun dengan Islam. Konsepsi yang sebenarnya tentang Islam diambil dari Al-Kitab dan As-sunnah; tidak diambil dari orang-orang yang mem-perjual-belikan ayat-ayat Allah dengan harga murah dan tidak me-miliki kemampuan terhadap hukum-hukum agama.
Orang-orang yang memperdebatkan masalah ini tidak mengetahui pintu kecacatan dan persimpangan jalan. Banyak di antara mereka berbicara tentang Islam, musyawarah, hukum, kepentingan, dan ke-adilan sosial hanya berdasarkan persangkaan belaka. Terkadang, mereka membicarakan syari'at dengan lisan kaum sekuleris. Mereka mengatakan bahwa agama adalah hubungan khusus antara hamba dengan Tuhannya dan tidak menangani urusan kehidupan. Mereka memangkas Islam dari hukum, syari'at, serta urusan politik, ekonomi, dan sosial. Padahal, Allah Ta'ala berfirman :

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَاي وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ  لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan mati-ku hanyalah untuk Allah; Rabb alam semesta. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (QS Al-An'am [6] : 162-163)

Islam adalah ibadah dan mu'amalah … syari'at dan manhaj. Siapa yang mengimani sebagian dan mengkufuri sebagian, maka ia kafir terhadap seluruh syari'at. Shalatnya, zakatnya, hajinya, dan puasanya tidak memberinya manfaat. Allah Ta'ala berfirman :

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
"Apakah kalian beriman terhadap sebagian Al-Kitab dan ingkar ter-hadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang ber-buat demikian dari kalangan kalian melainkan kehinaan dalam ke-hidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat." (QS Al-Baqarah [2] : 85)

Kadang kala, mereka membicarakan jihad dan para mujahidin dengan mental minder, mempermainkan hukumnya, dan menghapus esensinya. Tidak aneh jika mereka menjadi orang yang paling tamak terhadap kehidupan dan tamak dalam mengikuti syahwat dan kelezatan duniawi. Sebab, iman dan jihad mengharamkan mereka dari itu semua dan membenamkan mereka ke dalam kematian.

Berapa banyak kita saksikan orang-orang membawa nama Islam dan membicarakannya dari waktu ke waktu. Namun, mereka men-dasarkan pembicaraannya pada pemikiran-pemikiran cacat dan paham-paham yang menyimpang dari syari'at Allah.

Allah Ta'ala berfirman :
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُون َ
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوْا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
"Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, 'Kami telah beriman.' Dan apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, 'Se-sungguhnya kami sependirian dengan kalian, kami hanyalah ber-olok-olok. Allah akan (membalas) olok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka, tidaklah ber-untung perniagaannya dan tidak pula mereka mendapat petunjuk." (QS Al-Baqarah [2] : 14-16)

Islam mempunyai musuh dari dalam dan dari luar. Mereka ber-temu pada kepentingan bersama dalam mencabut Islam dari kehidup-an, memberangus pemeluknya dan menggiringnya ke dalam pangku-an Yahudi dan Nasrani, serta merintangi perkembangannya. Tidak mungkin kelompok jahiliyyah yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam mewujudkan janjinya ketika mereka menguasai bumi dan manusia. Meskipun mereka bisa menguasai banyak bidang pada hari-hari pahit ini, namun ingatlah bahwa hari-hari terus berputar. Kemuliaan hanyalah milik Allah, Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, dan orang-orang mukmin.

Allah berjanji akan menolong dien-Nya, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin yang menjadi pasukan-Nya serta menghinakan orang-orang kafir. Ini adalah janji yang pasti terjadi.

Keadaan yang tegak di atas kesyirikan dan kekufuran, peraturan jahiliyyah, perampasan tanah air, pencemaran kehormatan, dan pen-cegahan terhadap ide-ide mulia ini tidak berlangsung selamanya meskipun jalannya terbentang lebar, kekuasaannya kuat, dan ber-langsung lama di bumi. Wajib mengimani kebenaran ini dan wajib mencurahkan segenap kekuatan untuk mewujudkannya. Syaratnya adalah kita harus menegakkan Islam, menggerakkan fisik dan hati, dan beramal hanya untuk Allah dengan sebenar-benarnya dan seyakin yakinnya. Allah Ta'ala berfirman :

وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang mukmin." (QS Ar-Rum [30] : 47)

وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ إِنَّهُمْ لَهُمْ الْمَنصُورُونَ  وَإِنَّ جُندَنَا لَهُمْ الْغَالِبُونَ
"Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul. (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang." (Qs Ash-Shaffat [37] : 171-173)

Pertolongan bagi orang-orang mukmin adalah janji dari Allah. Tidak diragukan realisasinya dalam realitas kehidupan meskipun lama dan lambat menurut perhitungan manusia. Memang, manusia diciptakan suka tergesa-gesa. Allah Ta'ala berfirman :
﴿أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ﴾
"Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (QS Al-Baqarah [2] : 214)

﴿وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ﴾
"(sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS Ar-Rum [30] : 7)

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya (4/103) dengan sanad shahih dari jalan Shafwan bin Muslim berkata : Salim bin 'Amir memberitahuku dari Tamim Ad-Dary berkata : Saya men-dengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Perkara ini (yaitu Islam) sungguh akan mencapai wilayah yang dicapai oleh siang dan malam. Allah tidak akan meninggalkan satu rumah pun di kota dan di desa melainkan Ia masukkan dien ini dengan kemuliaan orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina. Kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan Islam dan kehinaan yang dengannya Allah menghinakan kekufuran."

Tamim Ad-Dary mengatakan, "Saya mengetahuinya pada keluargaku. Orang yang masuk Islam di antara mereka mendapatkan kebaikan dan kemuliaan, sedangkan yang kafir mendapatkan kehina-an dan harus membayar jizyah."

Berita gembira tentang kembalinya Islam, kemenangan pemeluk-nya, dan hubungan generasi penerusnya dengan generasi pendahulu-nya banyak. Hal itu pasti terjadi dengan kemuliaan orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina. Tidak usah kaum Muslimin berputus asa dan merasa lemah karena melihat kondisi hari ini yang me-nyakitkan dan kebodohan tiada tara. Meskipun kesesatan tersebar, kerusakan semakin membesar, dan kehormatan dicemarkan, namun Islam akan tetap abadi. Wilayahnya akan bertambah luas dan men-capai wilayah yang dicapai oleh siang dan malam dengan kejujuran para ulama, usaha para aktivis dakwah, dan darah para syuhada.

Tidak ada kesempatan untuk berpangku tangan dan duduk-duduk bersama para pendurhaka. Islam terealisasi dengan keseriusan, bukan dengan main-main; dengan kerja, bukan dengan angan-angan; dan dengan hati yang jujur, bukan dengan jiwa yang berkhianat. Allah Ta'ala berfirman :

﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمْ انفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنْ الْآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ  إِلَّا تَنفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾
"Hai orang-orang yang beriman! Apakah sebabnya apabila dikata-kan kepada kalian, 'Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah', kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian? Apakah kalian puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti ke-hidupan di akhirat? Padahal, kenikmatan hidup di dunia ini (di-bandingkan) dengan kehidupan di akhirat hanyalah sedikit. Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih dan digantinya (kalian) dengan kaum yang lain. Kalian tidak dapat memberi madharat kepada-Nya sedikit pun. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS At-Taubah [9] : 38-39)

﴿إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنْ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمْ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنْ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمْ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ﴾
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari Allah? Maka, bergemberilah dengan jual-beli yang telah kalian lakukan itu. Itulah kemenangan yang besar." (QS At-Taubah [9] : 111)

Hakikat keimanan kepada Allah dan bai'at kepada-Nya telah ter-cermin dalam diri para sahabat radhiyallahu 'anhum ketika mereka menginfakkan harta karena Allah, mengorbankan jiwa dengan penuh kesabaran, dan berjihad di jalan Allah dengan pantang mundur hingga kebenaran dapat ditegakkan, manusia mengenal Rabbnya, dan tunduk terhadap Sang Penciptanya. Lalu, tidak ada yang tersisa di muka bumi ini kecuali muslim yang bertauhid atau kafir yang hina yang tunduk membayar jizyah dan patuh terhadap kekuasaan Islam. Ketika itu, orang-orang kafir berada dalam jaminan dan perlindungan kaum Muslimin. Beginilah kondisi pada saat tercerminnya hakikat keimanan kepada Allah dalam generasi Qur'ani dan pada saat generasi awal Islam mengetahui tugas mereka dalam kehidupan.
Kita sebagai generasi hari ini; ketika mau menapaki jejak mereka, memberikan jiwa untuk dien ini, dan melalui jalan kebenaran tanpa merasa takut kepada manusia, kita pasti bisa melewati hari-hari pahit, rintangan-rintangan, dan kekalahan yang menghinakan ini. Kita bisa menghancurkan singgasana kekufuran, mengalahkan budak-budak syahwat, dan menguasai musuh-musuh kita. Inilah yang dijanjikan oleh Rabb kita jika kita mau memperbaiki keadaan kita dan mau kembali kepada petunjuk kita. Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya.

Dalam hadits Al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu di-sebutkan bahwa pemimpin pasukan Kisra keluar menghadapi kaum Muslimin dengan 40.000 prajurit. Lalu, berdirilah seorang pe-nerjemah. Ia berkata, "Silakan salah seorang dari kalian berbicara!" Al-Mughirah berkata, "Silakan bertanya semaumu!" Penerjemah itu bertanya, "Siapa kalian ini?" Al-Mughirah menjawab, "Kami adalah orang-orang Arab. Dahulu, kami berada dalam kemalangan dan bencana yang parah. Kami mengisap kulit karena kelaparan, me-makai rambut sebagai jimat, dan menyembah pohon dan batu. Di saat seperti itu, Allah mengutus kepada kami seorang Nabi yang berasal dari kaum kami. Kami mengenal bapak dan ibunya. Nabi kami dan Rasul Rabb kami shallallahu 'alaihi wa sallam itu menyuruh kami untuk memerangi kalian hingga kalian mau menyembah Allah semata atau membayar jizyah. Nabi kami shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahu kami dari risalah Rabb kami bahwa orang yang ter-bunuh dari kami berada di surga dalam nikmat yang tidak pernah ia lihat bandingannya sama sekali. Sedangkan orang yang tersisa dari kami akan menguasai kalian." HR Bukhary (3159)

Di atas landasan ini, Islam bangkit dan kuat. Pemeluknya pun menjadi mulia. Sekali-kali, hari-hari tidak akan berlalu hingga semua agama hanya milik Allah. Tidak ada Yahudi dan Nasrani di bumi ini. Tidak akan tersisa seorang pun dari ahli kitab yang membayar jizyah.

Dalam Shahihain dari jalan Ibnu Syihab dari Ibnul Musayyib disebutkan bahwa ia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hampir tiba waktunya Ibnu Maryam turun kepada kalian menjadi hakim yang adil. Ia akan meng-hancurkan salib, membunuh babi, dan meletakkan jizyah. Harta akan melimpah ruah sehingga tidak seorang pun menerimanya."

Makna sabdanya "meletakkan jizyah", maksudnya Nabi Isa tidak menerima kecuali Islam sehingga semua agama hanya milik Allah. Tidak tersisa lagi Yahudi dan Nasrani di muka bumi. Ini adalah pen-dapat sekelompok fuqaha' dan para imam mujtahid.
Kelompok yang lain mengatakan, "Maknanya adalah bahwa harta melimpah ruah hingga tidak didapatkan seorang pun yang mungkin membayar jizyah. Maka, jizyah ditinggalkan karena tidak ada yang membutuhkannya."

Kelompok ketiga mengatakan, "Sesungguhnya maksud 'meletak-kan jizyah' adalah penetapannya terhadap orang-orang kafir tanpa digabungkan. Pada saat itu harta melimpah ruah."

Telah disebutkan dalam banyak riwayat yang memperkuat pen-dapat pertama. Isa menyeru kepada Islam dan tidak menerima jizyah. Pada zamannya, Allah menghancurkan semua agama kecuali Islam.

Bukhary meriwayatkan dari jalan Jarir dari 'Imarah bin Al-Qa'qa' dari Abu Zar'ah dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kalian memerangi orang-orang Yahudi; hingga batu yang di belakangnya ada orang Yahudi berkata, 'Wahai Muslim! Ini di belakangku ada orang Yahudi, bunuhlah ia!'" HR Muslim dari hadits Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah. Syaikhani (Bukhari dan Muslim) menyepakati periwayat-annya dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma.

Sekarang, tibalah waktunya bagi kaum Muslimin di belahan timur dan barat bumi untuk kembali kepada petunjuk mereka, menyepakati urusan mereka, dan memerangi musuh Allah dan musuh mereka. Kaum Muslimin dibantai di negeri-negeri mereka. Mereka banyak menderita karena pengkhianatan Yahudi dan makar Nasrani serta ke-jahatan politik mereka dalam masalah tempat tinggal dan kehormat-an.
Allah Ta'ala berfirman :
﴿أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ  الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ﴾
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, 'Rabb kami hanyalah Allah.' Sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Se-sungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa lagi Maha Perkasa." (QS Al-Hajj [22] : 39-40)

Sepanjang sejarah kita –kaum Muslimin— tidak pernah men-jumpai tragedi dan pembantaian yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih besar dan lebih hancur daripada pem-bantaian hari ini . Sampai-sampai, mereka berbahagia di atas pen-deritaan kita dan mendirikan negara mereka di atas negeri-negeri kita. Sebagian kaum Muslimin menjadi bangkai yang hanya diam. Mereka tidak bergerak untuk berjihad dan mengubah keadaan, namun malah memilih untuk menunggu. Mereka menunggu kemenangan tanpa me-lakukan perlawanan yang bisa disebutkan atau pengorbanan yang bisa disyukuri.

Islam menolak semua ini. Islam menolak kelemahan, kebodohan, dan kemalasan. Islam menolak seruan-seruan yang menghancurkan kaum Muslimin dan mengoyak kehormatan mereka. Islam me-merintahkan jihad memerangi para pelanggar janji dan penjajah dan membersihkan negeri-negeri kaum Muslimin dari tangan para pe-rampas hingga datang janji Allah sedangkan kita tetap berada dalam jihad. Allah Ta'ala berfirman :

﴿انفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ﴾
"Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan atau me-rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui." (Qs At-Taubah [9] : 41)

﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنْ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ﴾
"Dan perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka tidak ada permusuhan (lagi) kecuali terhadap orang-orang yang zhalim." (QS Al-Baqarah [2] : 193)

Ahlul 'ilmi sepakat atas wajibnya memerangi orang-orang kafir yang menjajah negeri kaum Muslimin. Apabila penduduk negeri yang diserang mampu menolak kejahatan mereka, maka itu sudah cukup tanpa perlu bantuan Muslimin lain. Namun, apabila penduduk negeri tersebut tidak mampu menolak tipu daya para penyerang dan tidak mampu menyingkirkan mereka, maka wajib atas penduduk negeri lain yang dekat dengan posisi musuh untuk memerangi orang-orang kafir dan mencegah agresi mereka. Ini adalah perkara yang telah maklum berdasarkan syari'at. Tidak seorang muslim pun yang menentangnya.

Allah Ta'ala berfirman :
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنْ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ﴾
"Hai orang-orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir di sekitar kalian dan hendaklah mereka mendapatkan kekerasan dari kalian. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang ber-takwa." (QS At-Taubah [9] : 123)

﴿وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا  الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا﴾
"Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki , wanita-wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdo'a, 'Ya Rabb kami! Keluarkanlah kami dari negeri ini yang zhalim penduduknya dan berilah kami pe-lindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.' Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut. Karena itu, perangilah kawan-kawan setan itu. Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah." (QS An-Nisa' [4] : 75-76)

Berkata Al-Qurthuby rahimahullah mengenai firman Alah "wa ma lakum la tuqatiluna fi sabilillah" adalah dorongan untuk berjihad yang mencakup pembebasan orang-orang lemah dari tangan orang-orang kafir musyrik yang menimpakan kepada mereka sejelek-jelek siksaan dan menghalang-halangi mereka dari dien. Allah Ta'ala me-wajibkan jihad untuk meninggikan kalimat-Nya, memenangkan dien-Nya, dan menyelamatkan hamba-hamba-Nya mukmin yang lemah meskipun dalam aksi itu ada kerugian jiwa.
Dengan jihad, orang-orang mukmin mendapatkan pahala syuhada' yang terbunuh di jalan Allah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang terbunuh di jalan Allah, ia syahid. Dan siapa yang meninggal di jalan Allah, ia juga syahid." HR Muslim (1915) dari jalan Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah.
Allah Ta'ala berfirman tentang orang-orang yang terbunuh di jalan-Nya dan mengorbankan jiwa mereka :

﴿وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ  فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمْ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنْ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ﴾
"Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Bahkan, mereka itu hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka. Mereka memberikan kabar gembira terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada ke-khawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka memberikan kabar gembira dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah dan bahwa Allah tidak menyia-nyaikan pahala orang-orang yang beriman." (QS Ali Imran [3] : 169-171)

Dalam Shahih Muslim (1887) dari jalan Al-A'masy dari Abdullah bin Murrah dari Masruq berkata : Kami bertanya kepada Abdullah bin Mas'ud tentang maksud ayat ini. Ia berkata : Sesungguhnya kami juga telah menanyakannya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Ruh-ruh mereka berada dalam perut burung hijau yang beterbangan pada tanaman berbunga warna-warni yang ber-gelantungan di 'arsy. Burung tersebut pergi berjalan-jalan sesukanya di surga. Kemudian, ia istirahat di tanaman tersebut. Tiba-tiba, Rabb mereka datang kepada mereka. Ia berfirman, 'Apakah kalian meng-inginkan sesuatu?' Mereka berkata, 'Apalagi yang kami inginkan? Sedangkan kami pergi berjalan-jalan di surga sesuka kami.' Allah berfirman kepada mereka tiga kali. Tatkala mengetahui bahwa mereka tidak akan berhenti ditanya, mereka mengatakan, 'Wahai Rabb kami, kami ingin Engkau mengembalikan ruh kami ke dalam jasad kami sehingga kami terbunuh di jalan-Mu sekali lagi.' Ketika Allah mengetahui bahwa mereka tidak memiliki kebutuhan, maka mereka ditinggalkan."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada seorang pun yang masuk surga ingin kembali ke dunia –sedangkan ia tidak memiliki apa-apa di dunia— kecuali orang yang mati syahid. Ia berangan-angan dapat kembali ke dunia hingga terbunuh sepuluh kali karena melihat karamah." Muttafaq 'alaihi dari hadits Syu'bah dari Qatadah dari Anas radhiyallahu 'anhu.

Hadits-hadits shahih menunjukkan bahwa jihad fi sabilillah adalah seutama-utama amal dan orang yang melaksanakannya adalah seutama-utama hamba. Inilah yang mendorong para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik untuk berlomba-lomba dalam melaksanakannya dan mendapatkan pahalanya. Mereka pernah bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Apa yang bisa menyamai jihad?" Nabi bersabda, "Kalian tidak mampu melaksanakannya." Diriwayatkan bahwa para sahabat mengulangi pertanyaan dua atau tiga kali. Setiap itu pula Nabi bersabda, "Kalian tidak mampu melaksanakannya." Beliau bersabda pada kesempatan ketiga, "Permisalan seorang yang berjihad di jalan Allah seperti orang yang berpuasa dan berdiri shalat membaca ayat-ayat Allah. Ia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya hingga orang yang berjihad di jalan Allah Ta'ala kembali." HR Muslim dalam Shahihnya (1878) dari jalan Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah. HR Bukhari (2785) diriwayatkan dengan maknanya dari hadits Abu Hushain dari Dzakwan dari Abu Hurairah.

Dalam Shahihain dari jalan Az-Zuhry dari Atha' bin Yazid Al-Laitsy dari Abu Sa'id Al-Khudry radhiyallahu 'anhu berkata : Di-tanyakan, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seorang mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya." Para sahabat bertanya, "Kemudian siapa?" Rasulullah menjawab, "Seorang mukmin yang berada di suatu lembah yang takut kepada Allah dan meninggalkan manusia karena khawatir terpengaruh ke-jahatannya."

Nash-nash yang menunjukkan atas keutamaan jihad dan mujahid banyak. Para mujahid di jalan Allah mengetahuinya dari orang-orang sebelum mereka. Hal itu terus berlalu terhadap orang-orang setelah mereka. Sungguh beruntung ruh yang ada dalam jasad mereka dan darah yang tertumpah dalam rangka melindungi Islam dan memecah-kan kekuatan musuh-musuhnya.

Demikianlah. Namun, sebagian orang yang kalah mental dan pikirannya dan terpengaruh oleh tulisan para orientalis mengutarakan masalah jihad ini dan membatasinya dalam jihad difa'y "defensif" melawan musuh. Mereka berusaha keras menakwilkan dalil-dalil qath'i dalam masalah ini. Mereka buta dari dalil-dalil dan bukti-bukti yang menunjukkan atas jihad thalaby "ofensif" hingga semua agama hanya milik Allah. Mereka berusaha menenangkan bangsa-bangsa yang terzhalimi dan terkalahkan dari kezhaliman peraturan yang ber-laku. Di belakang kekalahan mental dan pikiran ini adalah kebodohan terhadap hakikat Islam dan hakikat jihad dalam syari'at Islam. Allah Ta'ala berfirman :

﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنْ انتَهَوْا ( أي عن الشرك وفتنة المؤمنين ) فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾
"Perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan agama hanya milik Allah semata. Jika mereka berhenti (yaitu berhenti dari ke-syirikan dan memerangi orang-orang mukmin), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat terhadap segala yang kalian lakukan." (QS Al-Al-Anfal [8] : 39)

﴿فَإِذَا انسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوْا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾
"Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka dan tangkap- lah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguh-nya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS At-Taubah [9] : 5)

﴿قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنْ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ﴾
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari akhir, tidak mengharamkan apa yang telah di-haramkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tidak beragama dengan agama yang benar (Islam), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk." (QS At-Taubah [9] : 29)

Dalam Shahihain dari jalan Syu'bah dari Waqid bin Muhammad bin Zaid bin Abdillah bin 'Umar dari bapaknya dari Ibnu 'Umar bahwa Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku di-perintahkan untuk memerangi umat manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan Muham-mad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Apabila melaksanakan itu semua, mereka mendapatkan perlindungan dariku terhadap darah dan harta mereka kecuali berdasarkan hukum Islam; sedangkan perhitungannya diserahkan kepada Allah."

Dalil-dalil ini semuanya mengenai jihad thalaby, yaitu sengaja memerangi orang-orang kafir di negeri mereka meskipun mereka tidak melakukan agresi agar masuk ke dalam dien secara keseluruhan selama tidak menimbulkan bahaya atau umat Islam lemah dan tidak mampu melakukannya.

Jenis kedua adalah jihad menahan agresi terhadap negeri kita dan negeri-negeri kaum Muslimin pada umumnya. Hal ini wajib ber-dasarkan ijma' dan termasuk perkara yang disepakati dalam semua syari'at, konvensi negara, peraturan, dan semua politik. Wahyu, akal, dan fitrah menunjukkan kewajiban ini sebagaimana telah dijelaskan. Allah Ta'ala mewajibkan jihad untuk meninggikan kalimah-Nya, memenangkan agama-Nya, dan menyelamatkan orang-orang mukmin yang lemah dari cengkeraman orang-orang kafir yang jahat. Wallahu a'lam.


Ditulis oleh
Syaikh Sulaiman bin Nashir Al-'Ulwan
Qasim Buraidah
7-8-1422 H.

0 komentar:

Posting Komentar

About this blog

Assalamu'alaikum.... selamat datang semua di bloggku , semoga bermanfaat...! jangan malu kalau kau mau..., asal itu kebaikan ambil aja lagiiii....

Pengikut